Suara Buruh Nasional

Jumat, 17 Mei 2013

AKHIRNYA SANG TRAINER MANEJER “DI PHK”

Menyikapi Kejujuran Versi PT. CJIl


>>Devior Ursia
Jakarta, SBN---Kejujuran mempunyai makna penting dan mencerminkan keluhuran hati seseorang, dalam kehidupan manusia kejujuran perlu diterapkan, baik dalam hubungan antar keluarga, berinteraksi sosial apalagi dalam melakukan tanggung jawab pekerjaan.
Berkata jujur sepatutnya mendapatkan konsekwensi positif bagi seseorang yang mungkin telah melakukan kekhilafan. Namun konsekwensi positif bagi seorang pekerja di PT. CJI dengan jabatan setingkat manejer saat berkata jujur justru menjebak dirinya kedalam perangkap berupa Surat Perjanjian yang bernuansa justifikasi sepihak.
Seperti yang diberitakan SBN edisi 178 lalu, seorang Trainer Manajer, Topan yang bekerja di outlet milik perusahaan Korea di Menara Jamsostek seputaran Jakarta Selatan akhirnya kini kehilangan pekerjaannya. Pasalnya, Topan telah berkata jujur atas kealpaannya meletakkan uang kas outlet senilai Rp. 18 juta yang akan disetorkannya ke nomor rekening perusahaannya di BCA. Padahal setelah beberapa hari kehilangan uang kas yang dialami Topan, saat Store Manajer menghitung uang kas, kekurangan uang dalam brankas bertambah menjadi total Rp. 32 juta. Siapa yang melakukannya setelah kelalaian Topan?.
Agaknya pihak perusahaan gak mau repot menyelidikinya, bagi Mr. Lee, Mr Koo pengakuan jujur yang dilontarkan Topan cukup mereka sikapi dengan membuat kesimpulan bahwa Topan lah yang mencuri uang sebesar Rp. 32 juta. Alasan apapun yang dikemukan Topan hanya ditanggapi dengan tertawa dan yang apesnya lagi Topan “digiring” untuk membuat surat perjanjian. Akibatnya walau saat itu Topan sudah menunjukkan itikad baiknya untuk mengganti uang perusahaan yang dihilangkannya dengan menyerahkan uang Rp. 10 juta namun sang Trainer Manajer ini pun harus rela menitipkan KTP, kartu Jamsostek milik istrinya dan sepeda motor merk Yamaha ke PT. Cheil Jedang Indonesia sebagai jaminan. Tragis!!.
Kamis (2/5) saat Topan bertemu dengan pihak atasannya, perusahaan ternyata sudah merinci total cicilan yang sudah disetor ditambah dengan gaji terakhirmya sehingga menjadi hampir Rp. 15 juta  ke perusahaan, lengkaplah penderitaannya. Dia harus menerima kenyataan pahit akibat dari kelalaiannya yakni dipecat. Inikah arti dari sebuah kejujuran, bagaimana kalau saat itu saya tidak jujur, apakah pihak Dinas Tenaga Kerja dapat menjelaskan makna kejujuran kepada para pengambil keputusan di PT. Cheil Jedang Indonesia, apakah saya harus mencari jawabannya disana? Demikian Topan menanggapinya.
Inilah gambaran tragis nasib pekerja di Indonesia. Ketika pekerja berkata jujur terhadap kesalahan atau kekhilafan yang telah dilakukan sudah sepatutnya menjadi pertimbangan perusahaan dalam menentukan hukuman.Hukuman perlu diterapkan dalam menyikapi kesalahan namun pada prinsipnya hanyalah bertujuan untuk menimbulkan efek jera.Bukan harus terkesan balas dendam sehingga “mematikan langkah” karir pekerja yang berkata jujur, apalagi saat pekerja tersebut menyadari, menyesali dan mau bertanggung jawab terhadap kekhilafan yang dilakukannya. Pengambil keputusan di perusahaan tersebut seharusnya berterimakasih kepada pekerja (Topan-red) karena dibelakangnya pasti ada yang “bermain-main” dengan uang brankas di outlet pemilik perusahaan. Siapa…. ini yang perlu diselidiki, bukan langsung menjatuhkan hukuman maksimal kepada pekerja yang mengakui kekhilafannya.
Perlu diingat bahwa dalam setiap Surat Perjanjian Kerja salah satu pasalnya pastilah mencantumkan klausul agar pekerja bersikap jujur dalam menjalankan tugasnya.Kalaulah setiap pekerja bersikap jujur atas kesalahan yang telah terjadi, apakah tujuan perusahaan untuk dapat memberikan sanksi atau hukuman maksimal?. Hendaknya ini perlu menjadi pertimbangan yang lebih bijak dari PT. CJI, jika perusahaan tersebut tak ingin berhadapan dengan semua pekerjanya yang tidak jujur di kemudian hari, demikian komentar drg.Tony Hermansyah yang aktif menyikapi masalah ketenagakerjaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

comments