Menyikapi
Kejujuran Versi PT. CJIl
>>Devior Ursia
Jakarta, SBN---Kejujuran mempunyai makna penting dan
mencerminkan keluhuran hati seseorang, dalam kehidupan manusia kejujuran perlu
diterapkan, baik dalam hubungan antar keluarga, berinteraksi sosial apalagi
dalam melakukan tanggung jawab pekerjaan.
Berkata
jujur sepatutnya mendapatkan konsekwensi positif bagi seseorang yang mungkin
telah melakukan kekhilafan. Namun konsekwensi positif bagi seorang pekerja di
PT. CJI dengan jabatan setingkat manejer saat berkata jujur justru menjebak
dirinya kedalam perangkap berupa Surat Perjanjian yang bernuansa justifikasi
sepihak.
Seperti
yang diberitakan SBN edisi 178 lalu, seorang Trainer Manajer, Topan yang
bekerja di outlet milik perusahaan Korea di Menara Jamsostek seputaran Jakarta
Selatan akhirnya kini kehilangan pekerjaannya. Pasalnya, Topan telah berkata
jujur atas kealpaannya meletakkan uang kas outlet senilai Rp. 18 juta yang akan
disetorkannya ke nomor rekening perusahaannya di BCA. Padahal setelah beberapa
hari kehilangan uang kas yang dialami Topan, saat Store Manajer menghitung uang
kas, kekurangan uang dalam brankas bertambah menjadi total Rp. 32 juta. Siapa
yang melakukannya setelah kelalaian Topan?.
Agaknya
pihak perusahaan gak mau repot menyelidikinya, bagi Mr. Lee, Mr Koo pengakuan
jujur yang dilontarkan Topan cukup mereka sikapi dengan membuat kesimpulan
bahwa Topan lah yang mencuri uang sebesar Rp. 32 juta. Alasan apapun yang
dikemukan Topan hanya ditanggapi dengan tertawa dan yang apesnya lagi Topan
“digiring” untuk membuat surat perjanjian. Akibatnya walau saat itu Topan sudah
menunjukkan itikad baiknya untuk mengganti uang perusahaan yang dihilangkannya
dengan menyerahkan uang Rp. 10 juta namun sang Trainer Manajer ini pun harus
rela menitipkan KTP, kartu Jamsostek milik istrinya dan sepeda motor merk
Yamaha ke PT. Cheil Jedang Indonesia sebagai jaminan. Tragis!!.
Kamis
(2/5) saat Topan bertemu dengan pihak atasannya, perusahaan ternyata sudah
merinci total cicilan yang sudah disetor ditambah dengan gaji terakhirmya
sehingga menjadi hampir Rp. 15 juta ke
perusahaan, lengkaplah penderitaannya. Dia harus menerima kenyataan pahit akibat
dari kelalaiannya yakni dipecat. Inikah arti dari sebuah kejujuran, bagaimana
kalau saat itu saya tidak jujur, apakah pihak Dinas Tenaga Kerja dapat
menjelaskan makna kejujuran kepada para pengambil keputusan di PT. Cheil Jedang
Indonesia, apakah saya harus mencari jawabannya disana? Demikian Topan
menanggapinya.
Inilah
gambaran tragis nasib pekerja di Indonesia. Ketika pekerja berkata jujur
terhadap kesalahan atau kekhilafan yang telah dilakukan sudah sepatutnya
menjadi pertimbangan perusahaan dalam menentukan hukuman.Hukuman perlu
diterapkan dalam menyikapi kesalahan namun pada prinsipnya hanyalah bertujuan
untuk menimbulkan efek jera.Bukan harus terkesan balas dendam sehingga
“mematikan langkah” karir pekerja yang berkata jujur, apalagi saat pekerja
tersebut menyadari, menyesali dan mau bertanggung jawab terhadap kekhilafan
yang dilakukannya. Pengambil keputusan di perusahaan tersebut seharusnya
berterimakasih kepada pekerja (Topan-red) karena dibelakangnya pasti ada yang
“bermain-main” dengan uang brankas di outlet pemilik perusahaan. Siapa…. ini
yang perlu diselidiki, bukan langsung menjatuhkan hukuman maksimal kepada
pekerja yang mengakui kekhilafannya.
Perlu
diingat bahwa dalam setiap Surat Perjanjian Kerja salah satu pasalnya pastilah
mencantumkan klausul agar pekerja bersikap jujur dalam menjalankan
tugasnya.Kalaulah setiap pekerja bersikap jujur atas kesalahan yang telah
terjadi, apakah tujuan perusahaan untuk dapat memberikan sanksi atau hukuman
maksimal?. Hendaknya ini perlu menjadi pertimbangan yang lebih bijak dari PT.
CJI, jika perusahaan tersebut tak ingin berhadapan dengan semua pekerjanya yang
tidak jujur di kemudian hari, demikian komentar drg.Tony Hermansyah yang aktif
menyikapi masalah ketenagakerjaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
comments