Suara Buruh Nasional

Sabtu, 01 Juni 2013

Hutan Aceh Sedang Mengalami Berbagai Ancaman

Sumber : Koalisi Peduli Konservasi
ANCAMAN terhadap hutan Aceh tidaklah seperti “hitamdanputih’baksebuah rencana”.Dijelaskan oleh Rudi Putra, Pemulai petisi AVAAZ,“Hutan Aceh saat ini sedang mengalami berbagai ancaman ;beberapa izin illegal untuk membuka hutan sedang dipersiapkan untuk diterbitkan bahkan sebelum rencana tata ruang disetujui, status lahan diturunkan, pembalakan liar terus berlanjut, beberapa jalan dibangun menembus hutan lindung dan perburuan satwa masih terus terjadi  di lapangan. Pemerintah tetap terus melanjutkan rencananya (pengusulanperubahan RTRW Aceh) tanpa keterbukaan atau kesempatan untuk berdiskusi terhadap dampak dari semua ancaman terhadap hutan Aceh. Pemerintah bukannya memikirkan dampak dari semua ancaman tersebut, sebaliknya, tampaknya mereka hanya menanggapi kritikan yang  dating satu per satu yang taklain hanyalah masalah kecil, dalam upaya untuk menutupi dampak jangka panjang  yang akan terjadi”.Dia melanjutkan.

Kampanye melindungi dan memulihkan hutan Aceh yang terancam terus mendapatkan perhatian dunia Internasional setelah Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Kuntoro Mangkusubroto, mengeluarkan berita menanyakan  sumber  data  luasan hutan yang  banyak diperdebatkan.
            Putra menambahkan “ Pak Kuntoro memang benar, saya setuju bahwa informasi luasan hutan yang  terancam berasal dari perbandingan RTRWA yang  terdahulu tahun 2010, yang bertujuan untuk melindungi 68% tutupan lahan Aceh sebagaihutan, dan pengusulan perubahan RTRWA yang sekarang ini akan mengurangi luasan ini menjadi 45%. Ketua Komite Perlemen Aceh untuk Tata Ruang membuat pernyataan ini di media Sydney Morning Herald tahun ini dan sejak itu, banyak media, Lembaga Non – Pemerintah (NGO) bahkan salah satu website perusahaan menggunakan data yang sama dengan apa yang disampaikan oleh Ketua Komite Tata Ruang Aceh tersebut.
Dalam minggu ini, lebih dari 1.2 juta tanda tangan telah terkumpul pada petisi internasional yang ditujukan kepada Presiden Indonesia Susilo Bambang  Yudhoyono dan Gubernur Aceh Zaini Abdullah untuk “menolak rencana menghancurkan hutan hujan yang dilindungi di Aceh”. Hutan Indonesia yang megah adalah harta karun dunia,   yang mengutamakan pendekatan kepada pembangunan yang berkelanjutan, dan untuk melindungi ekosistem yang rapuh ini serta satwa yang hidup didalamnya.
Putra melanjutkan, “Apa yang harus kita fokuskan dalam isu ini adalah masalah-masalah yang telah terjadi akibat pembukaan hutan di Aceh dan  termasuk  ancaman-ancaman yang ditimbulkan  oleh  kerusakan  lebih jauh dan pembukaan hutan Aceh, yang akan membuat sesuatunya itu lebih buruk. Tanpa menebang hutan pun, tanah longsor dan banjir bandang juga terjadi di Aceh secara alami, ini disebabkan oleh ekosistem yang sangat rapuh.Tetapi,ketika hutan dibuka bencana ini akan menjadi lebih sering bahkan menjadi lebih parah. Bencana-bencana ini sudah berdampak terhadap masyarakat  Aceh, kita harus melakukan upaya untuk mengurangi ancaman-ancaman inibukan malah meningkatkan ancaman ini”.
Ekosistem Leuser merupakan kawasan lindung yang dilindungi oleh undang-undang No 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan undang-undang tata ruang nasional No 26 tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah No 26 tahun 2008 yang menyatakan Kawasan Ekosistem Leuser adalah Kawasan Strategis Nasional yang mempunyai fungsi lindung sebagai daya dukung lingkungan. Hal ini berarti setiap pembangunan didalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang merusak fungsi lindungnya adalah ilegal. Kawasan Ekosistem Leuser mempunyai peran sebagai pendukung kehidupan bagi sekitar  4 juta orang yang hidup disekitarnya, KEL menyediakan pasokan air, kesuburan tanah, pengendali banjir, pengaturan iklim dan pencegah hama. Rencana tata ruang Provinsi untuk  Aceh harus memenuhi Undang-undang Nasional  yang  melindungi KEL. Pemerintah seharusnya tidak dengan mudah mengabaikan undang-undang perlindungan KEL untuk membuka hutan untuk logging  dan pertambangan. Kami juga sangat prihatin mengenai laporan jalan yang telah sedangdibangun, sebelum ada nya izin untuk melakukan kegiatan tersebut ”.Tutup Putra.
Dalam minggu belakangan ini, banjir besar telah memberikan dampak yang sangat serius terhadap beberapa kabupaten di Aceh.Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf, pada sela kunjungan nya kedaerah yang terkena dampak banjir di Aceh Singkil hari kamis 16 May 2013 mengatakan kepada salah satu media lokal di Aceh “penyebab banjir adalah ilegal logging dan perambahan hutan”.
Graham Usher, seorang ahli perlindungan kawasan yang tergabung dalam tim analisis sensitiveitas lingkungan yang dilakukan pada tahun 2008 sebagai bagian dari proses mendesain kembali pengembangan kehutanan pada era Pemerintahan Aceh sebelumnya, menyambut baikrekomendasi Pak Kuntoro mengenai peludi lakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Baikdari hasil asalisistim lingkungan kami dan kajian lingkungan yang pernah dilakukan oleh  Asian Development Bank (ADB), memperkirakan bahwasanya tutupan hutan Aceh antara 63 % dan 68 %sangat sensitive terhadap gangguan. Mempertahankan hutan primer danmemulihkan tutupan hutan yang telah terdegradasi adalah strategi  yang tepat untuk menghindari bencana ekologi di kemudian hari.Padasaat itu, rekomendasi dari tim kami adalah strategi yang tepatya itu memperluas tutupan hutan dengan cara memulihkan area yang sudah terdegradasi, memastikan baik itu pemeliharaan jasa lingkungan dan juga menjamin sumber kayu di masa yang akan datang.Tetapi sekarang, aspek kunci dari pengajuan rencana perubahan tataruang Aceh yang baru adalah banyaknya daerah-daerah yang sangat sensitive ini harus terancam dengan ekspansi logging, pembangunan jalan, perkebunan dan tambang, meskipun daerah tersebut secara resmi merupakan kawasan hutan.Masyarakat Aceh sudah menyadari bahwa setiap gangguan terhadap hutan pada daerah-daerah ini akan mengakibatkan tanahlongsor, banjir dan mengubah system air secara total. Saya berfikir lebih dari 1 juta orang menandatangani petisi ini karena mereka prihatin terhadap masyarakat Aceh dan juga karena mereka peduli terhadap nasib harimau, gajah, orangutan, dan badak yang merupakan satwa-satwa Aceh yang luar biasa serta perubahan iklim global. Seandainya, Pemerintah Ace h yang berkuasa saat ini, terus melajutkan rencana mereka dengan kembali mengaktifkan konsesi logging pada daerah yang sensitive ini, membangun jalan melalui hutan lindung  yang  masih utuh, dan merusak Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), wajar saja masyarakat menyampaikan keprihatinan mereka.
Study  terakhir  yang  dilakukan oleh United Nations Develoment Program (UNDP) Indonsia, menyimpulkan bahwa system administasi lokal di Aceh adalah yang terburuk dalam melindungi sisahutan yang ada. >>hen&yn

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

comments