Sumber : Koalisi Peduli Konservasi
ANCAMAN terhadap hutan Aceh tidaklah seperti
“hitamdanputih’baksebuah rencana”.Dijelaskan oleh Rudi Putra, Pemulai petisi
AVAAZ,“Hutan Aceh saat ini sedang mengalami berbagai ancaman ;beberapa izin
illegal untuk membuka hutan sedang dipersiapkan untuk diterbitkan bahkan
sebelum rencana tata ruang disetujui, status lahan diturunkan, pembalakan liar terus
berlanjut, beberapa jalan dibangun menembus hutan lindung dan perburuan satwa
masih terus terjadi di lapangan. Pemerintah tetap terus melanjutkan
rencananya (pengusulanperubahan RTRW Aceh) tanpa keterbukaan atau kesempatan
untuk berdiskusi terhadap dampak dari semua ancaman terhadap hutan Aceh.
Pemerintah bukannya memikirkan dampak dari semua ancaman tersebut, sebaliknya,
tampaknya mereka hanya menanggapi kritikan yang dating satu per satu yang
taklain hanyalah masalah kecil, dalam upaya untuk menutupi dampak jangka
panjang yang akan terjadi”.Dia melanjutkan.
Kampanye
melindungi dan memulihkan hutan Aceh yang terancam terus mendapatkan perhatian
dunia Internasional setelah Kepala Unit Kerja
Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Kuntoro
Mangkusubroto, mengeluarkan berita menanyakan sumber data
luasan hutan yang banyak diperdebatkan.
Putra menambahkan “ Pak Kuntoro memang benar, saya setuju bahwa informasi
luasan hutan yang terancam berasal dari perbandingan RTRWA yang
terdahulu tahun 2010, yang bertujuan untuk melindungi 68% tutupan lahan
Aceh sebagaihutan, dan pengusulan perubahan RTRWA yang sekarang ini akan
mengurangi luasan ini menjadi 45%. Ketua Komite Perlemen Aceh untuk Tata Ruang
membuat pernyataan ini di media Sydney Morning Herald tahun ini dan sejak itu,
banyak media, Lembaga Non – Pemerintah (NGO) bahkan salah satu website
perusahaan menggunakan data yang sama dengan apa yang disampaikan oleh Ketua
Komite Tata Ruang Aceh tersebut.
Dalam minggu
ini, lebih dari 1.2 juta tanda tangan telah terkumpul pada petisi internasional
yang ditujukan kepada Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan
Gubernur Aceh Zaini Abdullah untuk “menolak rencana menghancurkan hutan hujan
yang dilindungi di Aceh”. Hutan Indonesia yang megah adalah harta karun dunia,
yang mengutamakan pendekatan kepada pembangunan yang berkelanjutan,
dan untuk melindungi ekosistem yang rapuh ini serta satwa yang hidup
didalamnya.
Putra
melanjutkan, “Apa yang harus kita fokuskan dalam isu ini adalah masalah-masalah
yang telah terjadi akibat pembukaan hutan di Aceh dan termasuk
ancaman-ancaman yang ditimbulkan oleh kerusakan lebih jauh
dan pembukaan hutan Aceh, yang akan membuat sesuatunya itu lebih buruk. Tanpa
menebang hutan pun, tanah longsor dan banjir bandang juga terjadi di Aceh
secara alami, ini disebabkan oleh ekosistem yang sangat rapuh.Tetapi,ketika
hutan dibuka bencana ini akan menjadi lebih sering bahkan menjadi lebih parah.
Bencana-bencana ini sudah berdampak terhadap masyarakat Aceh, kita harus
melakukan upaya untuk mengurangi ancaman-ancaman inibukan malah meningkatkan
ancaman ini”.
Ekosistem Leuser
merupakan kawasan lindung yang dilindungi oleh undang-undang No 11 tahun 2006
tentang Pemerintahan Aceh dan undang-undang tata ruang nasional No 26 tahun
2007 dan Peraturan Pemerintah No 26 tahun 2008 yang menyatakan Kawasan
Ekosistem Leuser adalah Kawasan Strategis Nasional yang mempunyai fungsi
lindung sebagai daya dukung lingkungan. Hal ini berarti setiap pembangunan
didalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang merusak fungsi lindungnya adalah
ilegal. Kawasan Ekosistem Leuser mempunyai peran sebagai pendukung kehidupan
bagi sekitar 4 juta orang yang hidup disekitarnya, KEL menyediakan
pasokan air, kesuburan tanah, pengendali banjir, pengaturan iklim dan pencegah
hama. Rencana tata ruang Provinsi untuk Aceh harus memenuhi Undang-undang
Nasional yang melindungi KEL. Pemerintah seharusnya tidak dengan
mudah mengabaikan undang-undang perlindungan KEL untuk membuka hutan untuk logging
dan pertambangan. Kami juga sangat prihatin mengenai laporan jalan yang
telah sedangdibangun, sebelum ada nya izin untuk melakukan kegiatan tersebut
”.Tutup Putra.
Dalam minggu
belakangan ini, banjir besar telah memberikan dampak yang sangat serius terhadap
beberapa kabupaten di Aceh.Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf, pada sela
kunjungan nya kedaerah yang terkena dampak banjir di Aceh Singkil hari kamis 16
May 2013 mengatakan kepada salah satu media lokal di Aceh “penyebab banjir
adalah ilegal logging dan perambahan hutan”.
Graham Usher,
seorang ahli perlindungan kawasan yang tergabung dalam tim analisis
sensitiveitas lingkungan yang dilakukan pada tahun 2008 sebagai bagian dari
proses mendesain kembali pengembangan kehutanan pada era Pemerintahan Aceh
sebelumnya, menyambut baikrekomendasi Pak Kuntoro mengenai peludi lakukan
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Baikdari hasil asalisistim lingkungan
kami dan kajian lingkungan yang pernah dilakukan oleh Asian Development
Bank (ADB), memperkirakan bahwasanya tutupan hutan Aceh antara 63 % dan 68
%sangat sensitive terhadap gangguan. Mempertahankan hutan primer danmemulihkan
tutupan hutan yang telah terdegradasi adalah strategi yang tepat untuk
menghindari bencana ekologi di kemudian hari.Padasaat itu, rekomendasi dari tim
kami adalah strategi yang tepatya itu memperluas tutupan hutan dengan cara
memulihkan area yang sudah terdegradasi, memastikan baik itu pemeliharaan jasa
lingkungan dan juga menjamin sumber kayu di masa yang akan datang.Tetapi sekarang,
aspek kunci dari pengajuan rencana perubahan tataruang Aceh yang baru adalah
banyaknya daerah-daerah yang sangat sensitive ini harus terancam dengan
ekspansi logging, pembangunan jalan, perkebunan dan tambang, meskipun daerah
tersebut secara resmi merupakan kawasan hutan.Masyarakat Aceh sudah menyadari
bahwa setiap gangguan terhadap hutan pada daerah-daerah ini akan mengakibatkan
tanahlongsor, banjir dan mengubah system air secara total. Saya berfikir lebih
dari 1 juta orang menandatangani petisi ini karena mereka prihatin terhadap
masyarakat Aceh dan juga karena mereka peduli terhadap nasib harimau, gajah,
orangutan, dan badak yang merupakan satwa-satwa Aceh yang luar biasa serta
perubahan iklim global. Seandainya, Pemerintah Ace h yang berkuasa saat ini,
terus melajutkan rencana mereka dengan kembali mengaktifkan konsesi logging
pada daerah yang sensitive ini, membangun jalan melalui hutan lindung
yang masih utuh, dan merusak Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), wajar
saja masyarakat menyampaikan keprihatinan mereka.
Study
terakhir yang dilakukan oleh United Nations Develoment
Program (UNDP) Indonsia, menyimpulkan bahwa system administasi lokal di Aceh
adalah yang terburuk dalam melindungi sisahutan yang ada. >>hen&yn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
comments